Tantangan Generasi Muda (Milenial & Gen Z) di Dunia Industri Perhotelan



Generasi Muda Indonesia di Industri Perhotelan

Pernahkah terbayangkan jika suatu hari kalian golongan generasi muda saat ini yang notabenenya generasi yang cerdas, melek teknologi, dan kreatif penuh dengan energi pembaharuan harus terjun di dunia profesional kerja yang sebelumnya tentu saja telah sekian lama dibentuk dan dikoordinir oleh generasi lama?

Hal ini terjadi pada saya, pada awal karir saya bekerja, di "Industri Perhotelan".

Pada awal mulanya karena termasuk dalam generasi melenial, jujur saya mengalami banyak kendala dalam beradaptasi dengan lingkungan kerja yang dipenuhi rekan kerja dari generasi lama dengan gap umur yang jauh. Tapi sepertinya hal ini bukan hanya menjadi masalah saya seorang. Faktanya diluar sana banyak generasi melenial atau generasi setelahnya (Generasi Z) yang mengalami kesulitan yang sama dalam hal beradaptasi terutama di dunia industri perhotelan.

Sejarah Industri Perhotelan di Indonesia

Perlu kalian ketahui industri perhotelan adalah salah satu basis industri yang menawarkan jasa pelayanan dengan keramah tamahan, "hospitality", sebagai kerangka dasar yang menyusun akar bisnisnya. Sejak hotel yang pertama kali diakui keberadaannya di Indonesia dibuka pada tahun 1856 di kota Bogor yaitu *Hotel Salak The Heritage, pada awal mulanya urusan tentang keramah tamahan ini diajarkan dan diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lainnya tanpa banyak perubahan yang berarti. Hingga pada tanggal 2 Juni 1956, Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Trisakti didirikan dengan nama Akademi Perhotelan dan Kepariwisataan Trisakti, atas gagasan dari Bapak Mulyanto Sindhudarmoko, SE., selaku dekan fakultas ekonomi Universitas Trisakti pada waktu itu. *Baca Sejarah STP Trisakti
Setelah kampus/universitas/sekolah tinggi pariwisata dan perhotelan didirikan barulah Indonesia mulai sedikit berbenah dalam hal sumber daya manusia (SDM) yang memiliki standara kompetensi yang cukup untuk mengisi kekosongan SDM yang layak di industri pariwisata (perhotelan). 
Jadi sebenarnya industri ini sudah lama ada, namun untuk perkembangannya sendiri tergolong lambat dibanding sektor industri yang lain di Indonesia. Barulah dipertengahan tahun 2000-an setelah munculnya internet, menjamurnya smartphone, dan semakin berkembangnya teknologi di Indonesia, sektor industri pariwisata (perhotelan) menjadi booming, peringkatnya terdongkrak naik secara pesat seiring dengan berkembangnya trend pariwisata. 
Trend pariwisata di Indonesia terbentuk sedikit demi sedikit melalui pengaruh eksternal (terbukannya informasi dari luar melalui perkembangan teknologi yang memudahkan akses informasi) mempengaruhi pergeseran orientasi generasi sekarang dari generasi generasi sebelumnya yang lebih mementingkan saving/menabung, hidup berhemat demi masa pensiun yang nyaman (itu kenapa menjadi pegawai bumn merupakan pekerjaan favorit di tahun 70-80 an), generasi sekarang lebih mementingkan soal lifestyle dan melancong adalah gaya hidup baru mereka. Meledaknya trend berwisata membuat banyak investor berlomba-lomba mendirikan hotel baru, sehingga kebutuhan SDM pariwisata (perhotelan) pun semakin meningkat.

Struktur Organisasi di Industri Perhotelan

Sayangnya sistem regenerasi dari industri perhotelan tidak sebagus pertumbuhan hotelnya, industri ini cenderung diisi oleh orang-orang lama yang telah berkecimpung belasan hingga sekian puluh tahun lamanya. Hal ini disebabkan, pada awal perkembangannya untuk mencapai posisi tertentu dalam industri perhotelan contohnya dari hirarki organisasi perhotelan (secara sederhana) sebagai berikut :

1. Training
2. Casual/Daily Worker
3. Staff 
4. Senior Staff 
5. Supervisor
6. Assistant Manager
7. Manager
8. Director
9. General Manager

seseorang memerlukan waktu yang sangat lama agar bisa mendapat kepercayaan untuk naik ke-posisi yang lebih tinggi di middle atau top manajemen. Sehinga terkadang untuk mencapai level asistant/manager saja akan menghabiskan setengah abad dari umur seseorang. Proses pengembangan karir yang lambat dan terbatasnya lapangan kerja membuat regenerasi berjalan lambat. Walaupun dewasa ini jumlah hotel yang dibuka semakin banyak hal ini tidak menjamin lapangan kerja yang tersedia di perhotelan juga semakin banyak.

Industri Perhotelan dan Isu Ageism

Pekerja perhotelan, "hotelier", pada masanya kala itu istilah Jawanya sangat gemati, atau rajin, betah berlama-lama duduk disuatu posisi yang sama, dan melakukan rutinitas yang sama secara terus menerus. Sedangkan kita para generasi muda sekarang ini memiliki karakter yang jauh bertolak belakang dengan mereka dimasa lalu, anak jaman now, istilah dari anak jaman sekarang, cenderung lebih spontan, meledak-ledak emosinya, dan lebih cepat bosan. Mereka (anak jaman sekarang) suka akan tantangan baru dan akan segera merasa bosan pada suatu hal yang telah dikuasainya. Sebenarnya bukan benar-benar bosan, hanya generasi muda cenderung dinamis dan haus akan hal baru yang berkembang dari bidang yang digelutinya. Emosi yang spontan dan meledak-ledak juga mendorongnya untuk lebih kritis akan lingkungan sekitar dan merasa perlu bertindak untuk memperbaiki hal-hal yang mungkin terlihat salah atau mengecewakan bagi mereka.

Untuk itu hal tersebut di atas menjadi kendala bagi generasi muda yang terjun di industri perhotelan. Karena industri ini kebanyakan diisi oleh generasi lama dengan budaya lamanya berkaitan dengan senioritas, hingga terjadilah benturan di lapangan. Generasi muda melihat kenyataan di lapangan seringkali para senior yang seharusnya memimpin karena memiliki posisi penting dalam suatu perusahaan tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik sehingga justru menjadi beban bagi teamnya masing-masing. Mereka menjadi pemimpin karena produk budaya dari generasi lama, yaitu budaya senioritas, hubungan relasi, dan tingkatan umur pengalaman sebagai dasar untuk mengukur kemampuan seseorang dalam memimpin.
Memang mungkin ada sisi positif dari pengalaman serta kematangan umur yang bisa menjadikan seseorang cocok untuk berdiri sebagai pemimpin. Namun sisi ini memiliki kelemahan yang mungkin jarang disadari. Orang yang cenderung merasa nyaman tinggal di comfort zone/zona nyaman secara terus menerus dalam dunia kerja, cenderung menutup diri dari yang namanya tantangan dan pembaharuan, padahal tantangan tersebut adalah hal terpenting yang akan membentuk karakter seorang pemimpin dimasa depan. Seseorang yang terbiasa membuat dirinya menghadapi dan mengatasi tantangan secara terus-menerus akan cenderung berkembang lebih cepat (melebih faktor umurnya) dan lebih sigap dalam menghadapi tantangan baru yang mungkin saja terjadi. Secara garis besar orang yang tinggal di zona nyaman hanya akan ahli dalam beberapa hal saja, sehingga kemampuannya tidak meningkat pesat.

Beruntungnya mereka para generasi lama yang berdiri sebagai pemimpin namun terbiasa tinggal dalam zona nyaman, memiliki team di bawahnya dengan kinerja yang jauh lebih baik dari pemimpin itu sendiri karena rata-rata team bagian bawah disuatu perusahaan/organisasi perhotelan diisi oleh para pekerja muda yang dinamis, sehingga paling tidak perusahaan ini tadi dapat terselamatkan. Permasalahan ini terkadang menciptakan konflik sosial baru di lingkungan kerja, para pekerja pada posisi low manajemen merasa bahwa pemimpinnya ternyata belum layak menjadi pemimpin yang bisa diandalkan dan justru memberatkan pekerjaan.
Untuk itu pemikiran kuno atau budaya lama ini sudah seharusnya cepat-cepat ditinggalkan. Kapasitas dan capable nya seseorang dalam pekerjaannya tidak bisa serta merta ditentukan dari seberapa lamanya dia berkecimpung dibidang nya, atau seberapa berumur orang tersebut. Permasalahan ini kurang lebih membuktikan kentalnya isu ageism di Indonesia.
Waktu dan pengalaman memang mempengaruhi kebijaksanaan namun ada banyak orang yang kapasitas nya memang tidak bertumbuh seiring waktu berjalan karena terlalu lama di zona nyaman. Anak muda memang cenderung berani dan grusa-grusu (terburu buru) dalam bertindak namun bukan berarti mereka kurang kompeten jika diberi kesempatan.

"Bukannya mau mendiskreditkan generasi lama yang lebih berpengalaman, banyak generasi lama pencetus dan pembuka jalan bagi generasi muda saat ini yang memang ahli dan pantas sebagai pemimpin atau guru."

Namun kenyataannya banyak juga ditemui pekerja yang menjadi pemimpin bukan karena dia mampu namun karena nepotisme, senioritas, umur, hingga tingkat loyalitas yang kurang relevan (orang yang telah lama dikenal pemimpin sehingga walau kurang mampu, mendapatkan jabatan atau posisi penting yang tidak sesuai kapasitasnya) dan pada akhirnya justru memperlambat atau membebani kinerja team. Mereka yang menempatkan atau memilih sumber daya manusia yang salah, seakan tutup mata akan kenyataan yang ada, yaitu kenyataan dimana orang yang ditempatkannya tidak bekerja dengan maksimal.
Positif nya seiring bertumbuhnya industri saat ini, sudah banyak pemimpin muda yang muncul dan membuat terobosan membuka jalan pembaharuan budaya. Sehingga rasanya suatu saat nanti praktik budaya lama yang diciptakan generasi terdahulu ini pun lambat-laun akan berangsur-angsur menghilang.
Karena pebisnis yang menggunakan metode seperti ini akan jauh tertinggal oleh pesaing bisnisnya, yang mungkin memiliki SDM yang lebih kompetitif, karena adanya seleksi yang benar, dan lingkungan kerja yang dinamis (setiap orang berkompetisi dengan adil dan mendapatkan penghargaan atas kinerjanya).
Seperti contohnya bisnis kreatif berbasis teknologi, bidang yang disebut-sebut sebagai kekuatan ekonomi baru ini diprediksi akan terus memimpin. Melihat secara umum industri ini telah jauh melesat tak terduga, karena dukungan basis SDM-nya yang kompetitif berisikan para generasi muda yang mampu bersaing secara adil berdasarkan tingkatan skill, kreatifitas dan terobosan yang diberikan oleh masing-masing individu. Bahkan industri pariwisata (perhotelan) pun bisa naik pamornya dan menjadi lebih dimudahkan dalam berpromosi dan berjualan karena adanya inovasi kreatif dari industri teknologi masa kini.
Semoga industri bisnis lain di Indonesia bisa segera menyusul ketertinggalan ini dan mampu menyeleksi budaya jadul yang ketinggalan jaman serta sudah selayaknya untuk ditinggalkan.

Komentar

Popular Posts

Exploring Japan: My Adventure with the MEXT Research Student Scholarship 2023

Berbagi Pengalaman Tes TOEIC (Test of English for International Communication) ETS

Yuk Reformasi Indonesia Lewat Strategi Ekonomi Pertanian Berkelanjutan: Sustainable Agriculture Economics (SAE)