ZUHRI'S BLOG

Dalam proses pemasaran produk yang biasa kita sebut dengan marketing, membuat keputusan seperti: penentuan target atau goal, pemilihan penggunaan channel atau saluran pemasaran, lama waktu pemasaran, dan budget atau kapasitas biaya yang akan dikeluarkan adalah hal yang penting untuk direncanakan dengan tepat. Membuat suatu strategi pemasaran yang hanya berdasarkan intuisi semata bukanlah hal yang bijaksana untuk dilakukan. Namun membuatnya hanya dengan perhitungan analisis data sederhana juga sama buruknya, apalagi bila melibatkan dana atau budget marketing yang besar. Seringkali permasalahan mendasar perusahaan dalam proses marketing adalah menemukan cara terbaik mengalokasikan anggaran pemasaran di berbagai saluran media. Bagaimana seharusnya dana marketing dialokasikan di radio, TV, email marketing, media sosial seperti instagram dan facebook, video ads seperti youtube, search engine ads seperti google atau bahkan koran? Salah satu cara yang seringkali dipergunakan adalah heuris

Dunia digital telah berkembang pesat. Pengalaman online saat ini berinovasi jauh lebih dari sekadar memeriksa email. Mencari destinasi liburan, menemukan acara/kegiatan lokal yang menarik, belanja kebutuhan makanan/minuman, dan mengobrol dengan teman/keluarga lewat video call, dunia online telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari.  3,96 miliar manusia menggunakan media sosial, yang menyumbang total 51% setengah dari populasi global. Pengguna internet global rata-rata menggunakan 144 menit waktunya di situs media sosial setiap hari. Apalagi sejak merebaknya pandemi covid-19 dan orang-orang terpaksa untuk tinggal di rumah.  Dilansir dari We Are Social dan Hootsuite, perusahaan media asal Inggris, pada laporan "Digital 2021: The Latest Insights Inti The State of Digital" yang diterbitkan pada 11 Februari 2021. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa orang Indonesia rata-rata menghabiskan waktu 3 jam 14 menit per hari untuk mengakses media sosial. Dari total 274,9 juta

Apa itu Google Digital Garage? Sebagai sebuah perusahaan teknologi global terkemuka Google tidak hanya sekedar berinovasi untuk mengembangkan aspek teknologi saja tapi juga aspek sumber daya manusia. Salah satu bentuk kepedulian Google akan aspek kemajuan sumber daya manusia ini terlihat dari dibentuknya platform Google Digital Garage. Melalui platform Google Digital Garage kalian bisa mempelajari berbagai macam digital skill free dimanapun dan kapanpun secara online. Sementara ini ada tiga jenis kategori skill yang ditawarkan untuk dipelajari.  Kategori pertama adalah skill teknologi yang disebut, "data and tech." Disini tersedia berbagai macam kursus singkat mengenai teknologi seperti, "memahami dasar dari code; memahami dasar dari machine learning; element dari AI," dan masih banyak lagi yang lainnya. Kategori kedua adalah "career development." Bagi kalian yang ingin mengembangkan diri melalui sisi soft skill disini tersedia berbagai macam materi sepert

Tea plantation in Rancabali Bandung, West Java, Indonesia (The example of monoculture farming.) Did you know that a policy inherited from the Dutch colonial era has proven detrimental to the environment but is still being used in Indonesia today? The clue, the colonial policy was a regulation made by Governor-General Johannes van den Bosch in 1830. Each village must set aside a portion of its land (20%) to be planted with export commodities, namely rum, tobacco, coffee, tea, and sugar cane. In addition, since the 19th century, the Dutch government also pioneered large-scale teak plantations to manufacture their warships and merchant ships. The Graaf Johannes van Den Bosch was the originator of the colonial era of forced cultivation in Indonesia. Raden Saleh made the portrait painting. So, what is this policy?  Yes, you are right; this policy is called the Cultuurstelsel, which Indonesian historians call the Cultivation System. Monoculture (aka, Cultuurstelsel) is an economic policy leg